Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia melalui peraturan perundangan, perizinan, dan inspeksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAPETEN didirikan pada tanggal 8 Mei 1998 dan mulai aktif berfungsi pada tanggal 4 Januari 1999.
Sejarah
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia melalui peraturan perundangan, perizinan, dan inspeksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAPETEN didirikan pada ta1954 - 1958
Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivite
Pembentukannya dilatarbelakangi oleh adanya percobaan ledakan nuklir pada tahun 1950-an oleh beberapa negara terutama Amerika Serikat di beberapa kawasan Pasifik, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang jatuhnya zat radioaktif di wilayah Indonesia. Tugas dari panitia ini adalah untuk menyelidiki akibat percobaan ledakan nuklir, mengawasi penggunaan tenaga nuklir dan memberikan laporan tahunan kepada pemerintah.
1958 - 1964
Lembaga Tenaga Atom (berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1958 tentang Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Negara)
Tugas Lembaga Tenaga Atom adalah untuk melaksanakan riset di bidang tenaga nuklir dan mengawasi penggunaan tenaga nuklir di Indonesia.
1964 - 1997
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) (berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Tenaga Atom)
Tugas BATAN adalah untuk melaksanakan riset tenaga nuklir dan mengawasi penggunaan tenaga nuklir di Indonesia. Fungsi pengawasan penggunaan tenaga nuklir tersebut dilaksanakan oleh unit yang berada di bawah BATAN yaitu Biro Pengawasan Tenaga Atom (BPTA) yang merupakan cikal bakal BAPETEN.
1997 - Sekarang
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Perundang-undangan nasional melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah memberikan kewenangan bagi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan tenaga nuklir, yang meliputi penegakan peraturan, perizinan, dan inspeksi. UU Ketenaganukliran juga mensyaratkan pemisahan antara badan pengawas (BAPETEN) dan badan peneliti (BATAN).
Lambang
Arti Lambang Bapeten:
Lambang Garuda Pancasila merupakan lambang negara yang menyimbolkan bahwa Bapeten merupakan Lembaga Pemerintah.
Warna Dasar Putih sebagai lembaga Pengawas dimaknai dengan suatu warna yang suci dan ketulusan serta menunjukan independensi dalam melaksanakan tugasnya
Lingkaran berwarna Hitam mengandung makna sebagai warna yang elegan, klasik serta warna yang mampu dipadukan dengan warna apapun. Hal ini menunjukan bahwa tugas Bapeten yang Cross Cutting, mampu menyesuaikan di berbagai bidang baik industri kesehatan, lingkungan bahkan pertahanan.
Lingkaran Kecil di dalam dan lingkaran tebal di luar merupakan paduan antara makro dan mikro kosmos yaitu lingkaran kecil melambangkan individual yang profesional dan lingkaran besar melambangkan lembaga sebagai satu kesatuan siklus yang harus sejalan. Sekaligus lingkaran merupakan pelindung negara dari penyimpangan dan penyalahgunaan dari pemanfaatan radioaktif di Indonesia
Inti atom merupakan simbol dari sebuah pengawasan yang Bapeten awasi
nggal 8 Mei 1998 dan mulai aktif berfungsi pada tanggal 4 Januari 1999.
Minggu, 09 Juni 2013
Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi
nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk
Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut
mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya
jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan
pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958
dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang
kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
berdasarkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan
tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan
ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktifdanfasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir(BATAN)dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktifdanfasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir(BATAN)dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).
1954 | Pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet |
---|---|
1958 | Pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (PP No.65 Tahun 1958) |
1964 | Penetapan UU No.31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom 1964 |
1965 | Peresmian Pusat Reaktor Atom Bandung dan Pengoperasian Reaktor Triga Mark II berdaya 250 kW oleh Presiden RI serta Perubahan nama Lembaga Tenaga Atom menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) |
1966 | Pembentukan Pusat Penelitian Tenaga Atom (PPTA) Pasar Jumat, Jakarta 1966 |
1967 | Pembentukan Pusat Penelitian GAMA Yogyakarta |
1968 | Peresmian penggunaan Iradiator Gamma Cell Co-60 PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI |
1970 | Peresmian Klinik Kedokteran Nuklir di PPTA Bandung |
1971 | Reaktor Triga Mark II Bandung mencapai kritis pada daya 1 MW |
1972 | Pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN) |
1979 | Peresmian mulai beroperasinya Reaktor Kartini dengan daya 100 kW di PPTA Yogyakarta oleh Presiden RI |
1984 | Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 300 keV di PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI |
1987 | Peresmian pengoperasian Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy dengan daya 30 MW |
1988 | Peresmian pengoperasian Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif di PPTA Serpong oleh Presiden RI |
1989 | Peresmian pengoperasian Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental di PPTA Serpong oleh Presiden RI. |
1990 | Peresmian Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Nuklir, Laboratorium Mekano Elektronik Nuklir di PPTA Serpong - Tangerang oleh Presiden RI |
1992 | Peresmian pengoperasian Instalasi Spektrometri Neutron, Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan Pemindahan Bahan Terkontaminasi di PPTA Serpong - Tangerang oleh Presiden RI |
1994 | Peresmian pengoperasian Mesin Berkas Elektron 2 MeV di PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI |
1995 | Dalam memperingati HUT RI ke 50, BATAN berhasil melaksanakan "Whole Indonesian Core" untuk Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy. |
1996 | Pembentukan PT Batan Teknologi (persero), Divisi : Produksi Elemen Bakar Reaktor, Produksi Radioisotop, Produksi Instrumentasi dan Rekayasa Nuklir |
1997 | Penetapan UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang memisahkan Badan Pelaksana dan Badan Pengawas penggunaan tenaga nuklir |
1998 | Perubahan Badan Tenaga Atom Nasional menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional dengan Keppres No.197 Tahun 1998 |
2000 | Peresmian peningkatan daya Reaktor Triga 2 MWdi Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Bandung olehWakil Presiden RI |
2001 | Peningkatan status Pendidikan Ahli Teknik Nuklir (PATN) menjadi Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir |
2003 | Penyerahan hasil " " kepada Presiden RI; Pencapaian 10% jumlah varietas unggul tanaman pangan nasional; Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 350 keV, 10 mA di PPTN Yogyakarta:Pengoperasian Pusat Pelatihan dan Diseminasi Teknologi Peternakan - Pertanian Terpadu di Kalsel |
2004 | Pencapaian target 10% varietas unggul tanaman pangan nasional menggunakan teknik nuklir |
2005 | Terwujudnya perpustakaan digital di bidang nuklir |
2006 | Pencapaian 1 juta hektar penyebaran varietas padi unggul BATAN di seluruh Indonesia |
2008 | 50 tahun BATAN Berkarya |
Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. Radiasi non ionisasi adalah radiasi dengan energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron atau molekul tetapi energi tersebut tidak cukup untuk membentuk /membuat formasi ion baru (Handley,1997)
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah ,radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 e V yang antara lain meliputi sinar ultra violet, cahaya tarnpak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan elektrornagnetik radiofrekuensi. Se1ain itu ultraasound juga termasuk dalam radiasi non pengion.
Seperti namanya, radiasi non pengion tidak mengionisasi (memecah ion-ion) atom, sehingga dampaknya pun tidak terlalu luas. Radiasi non pengion biasanya memiliki memiliki energi yang hanya bisa mengubah struktur atom, tanpa mengionisasinya. Yang termasuk radiasi non pengion antara lain spektrum ultraviolet, visible light, sinar infra merah, microwave, frekuensi radio dan extremely low frequency.
2.2 Jenis dan Sumber radiasi non ionisasi
Radiasi ini berupa gelombang elektromagnetik seperti gelombang mikro (microwave), sinar ultra violet, sinar infra merah & sinar laser
1. RADIASI GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)
Dihasilkan dari perlambatan elektron pada medan listrik, kegunaannya untuk gelombang radio, televisi, radar dan alat-alat industri.
radiasi microwave :
sepanjang beberapa mm semua diserap kulit
sepanjang beberapa cm sebagian diserap kulit sebagian menembus ke dalam tubuh
Efek pada tubuh :
stadium permukaan : astenia bersifat reversibel bila radiasi terhenti
stadium menengah & lanjut : neurovaskuler, gangguan kadar albumin, histamin dalam serum darah, karsinoma
Bell telephone laboratories menetapkan bahwa untuk frekuensi 300 - 30.000 MHz tidak boleh dilampaui 10 mw/cm2, dengan tingkat kekuatan
> 10 mw/cm2 : berbahaya
1-10 mw/cm 2 : hati-hati bisa terjadi radiasi
< 1 mw/cm 2 : aman
Alat ukur radiasi :
1.IAMP-1 : mengukur intensitas radiasi berupa kekuatan komponen listrik & magnetik dari lapangan dengan frekuensi tinggi.
2.PO -1 : mengukur kuat arus pada lapangan elektromagnetik dengan frekuensi lebih tinggi .
Sumber : http://nizarifanadia.blogspot.com/2013/06/radiasi-non-ionisasi.html
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah ,radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 e V yang antara lain meliputi sinar ultra violet, cahaya tarnpak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan elektrornagnetik radiofrekuensi. Se1ain itu ultraasound juga termasuk dalam radiasi non pengion.
Seperti namanya, radiasi non pengion tidak mengionisasi (memecah ion-ion) atom, sehingga dampaknya pun tidak terlalu luas. Radiasi non pengion biasanya memiliki memiliki energi yang hanya bisa mengubah struktur atom, tanpa mengionisasinya. Yang termasuk radiasi non pengion antara lain spektrum ultraviolet, visible light, sinar infra merah, microwave, frekuensi radio dan extremely low frequency.
2.2 Jenis dan Sumber radiasi non ionisasi
Radiasi ini berupa gelombang elektromagnetik seperti gelombang mikro (microwave), sinar ultra violet, sinar infra merah & sinar laser
1. RADIASI GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)
Dihasilkan dari perlambatan elektron pada medan listrik, kegunaannya untuk gelombang radio, televisi, radar dan alat-alat industri.
radiasi microwave :
sepanjang beberapa mm semua diserap kulit
sepanjang beberapa cm sebagian diserap kulit sebagian menembus ke dalam tubuh
Efek pada tubuh :
stadium permukaan : astenia bersifat reversibel bila radiasi terhenti
stadium menengah & lanjut : neurovaskuler, gangguan kadar albumin, histamin dalam serum darah, karsinoma
Bell telephone laboratories menetapkan bahwa untuk frekuensi 300 - 30.000 MHz tidak boleh dilampaui 10 mw/cm2, dengan tingkat kekuatan
> 10 mw/cm2 : berbahaya
1-10 mw/cm 2 : hati-hati bisa terjadi radiasi
< 1 mw/cm 2 : aman
Alat ukur radiasi :
1.IAMP-1 : mengukur intensitas radiasi berupa kekuatan komponen listrik & magnetik dari lapangan dengan frekuensi tinggi.
2.PO -1 : mengukur kuat arus pada lapangan elektromagnetik dengan frekuensi lebih tinggi .
Sumber : http://nizarifanadia.blogspot.com/2013/06/radiasi-non-ionisasi.html
Radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu mengionisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam lintasannya menembus materi disebut radiasi pengion
Ionisasi ialah proses terjadinya ion (ion positif dan elektron bebas) dari suatu atom netral dalam materi yang dikenai energi. Radiasi ionisasi langsung bisa berupa partikel bermuatan listrik (misalnya sinar a, b, dan proton), yang dapat mengakibatkan ionisasi dengan memberikan energinya kepada elektron orbital dalam suatu atom atau molekul. Sedang gelombang elektromagnetik misalnya sinar-X, sinar g, (yang juga bersifat partikel, yaitu foton), dan partikel tak bermuatan listrik (misalnya neutron) menghasilkan partikel bermuatan listrik pada saat berinteraksi dengan atom dalam materi. Misalnya, foton mengeluarkan elektron, neutron mengeluarkan proton. Neutrino (n) dikeluarkan pada saat partikel b dipancarkan dengan muatan berlawanan dengan elektron. Partikel-partikel ini, karena massanya kecil dan tidak bermuatan listrik, sulit berinteraksi dengan materi tetapi karena dapat mengionisasi disebut radiasi pengion tak langsung.
Jenis dan mekanisme radiasi pengion
Radiasi a, b (elektron atau positron), g, dan neutron ialah radiasi pengion yang dihasilkan dari inti atom yang mengalami transformasi inti. Inti atom yang mengalami transformasi (peluruhan) ialah inti atom yang bersifat tidak stabil, dan radiasi pengion yang dipancarkannya disebut radiasi pengion nuklir. Setelah mengalami peluruhan, inti atom yang tidak stabil akan menjadi inti atom yang stabil. Inti atom yang mengalami transformasi inti disebut inti induk, dan hasil transformasi inti disebut anak luruh atau inti hasil peluruhan. Jenis sumber radiasi alam yang banyak dikenal antara lain U-238 dan Th-232, masing-masing sebagai inti induk, sedang deret peluruhannya dikenal sebagai deret uranium dan deret thorium.
Radiasi pengion yang dihasilkan oleh transisi elektron dalam kulit atom akibat tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan atom logam berat, misalnya Pb atau Cu, disebut sinar-X. Sinar-X ialah radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang mempunyai daya tembus tinggi.
Ion dari atom helium, hidrogen, deuterium, tritium, dan lain-lain, yang dipercepat juga bersifat pengion.
Radiasi pengion berenergi tinggi yang berasal dari benda angkasa dan menembus ke dalam atmosfer bumi disebut radiasi kosmik primer, dan radiasi kosmik yang dihasilkan oleh interaksi radiasi kosmik primer dengan inti atom yang ada di udara disebut radiasi kosmik sekunder. Radiasi kosmik primer terdiri dari sekitar 90% proton, sisanya adalah inti helium (partikel a) dan inti atom yang lebih berat. Radiasi kosmik masuk kedalam atmosfer bumi berinteraksi dengan berbagai atom di udara dan menghasilkan partikel misalnya elektron, positron, sinar g, partikel-antara fion (p intermediate), m (muon), neutron, proton, n (neutrino), dan lain lain. Intensitas radiasi kosmik sekunder di permukaan tanah adalah 1 menit-1.cm-2.
Interaksi radiasi dengan materi
Pada saat menembus materi sebagian radiasi pengion diteruskan, sebagian dihamburkan, sebagian diserap, dan apabila energi radiasi cukup kuat akan terjadi reaksi ionisasi yaitu terlepasnya elektron dari atom atau molekul. Apabila energi radiasi hanya cukup untuk memindahkan elektron dari orbit dalam ke orbit yang lebih luar maka tidak akan terjadi ionisasi, tetapi hanya terjadi eksitasi.
Setelah terjadi ionisasi atau eksitasi, atom atau molekul akan mengalami disintegrasi menjadi ion dan menghasilkan radikal bebas. Molekul ion yang terbentuk akan mengalami perubahan struktur bila bereaksi dengan molekul lain yang tidak mengalami ionisasi atau eksitasi. Reaksi kimia yang berlangsung pada proses reaksi kimia berikutnya disebut reaksi tidak langsung. Interaksi antara radiasi dengan materi sangat bergantung pada jenis dan energi radiasi.
Pada saat kembali pada kondisi stabil atom yang mengalami eksitasi akan memancarkan foton (cahaya) karena terjadinya efek fluoresensi. Radiasi mengakibatkan terjadinya proses penghitaman film, mengakibatkan perubahan struktur polimer, seperti polietilen, mengakibatkan terjadinya proses polimerisasi pada molekul monomer dan lain-lain. Hal ini semua terjadi karena efek ionisasi dan atau eksitasi. Demikian pula proses ionisasi dan eksitasi akan terjadi pada makhluk hidup bila terkena radiasi (misalnya efek sterilisasi). Proses meradiasi materi dengan radiasi pengion disebut iradiasi. Berbagai macam penggunaan iradiasi ditampilkan pada Tabel di bawah ini
Ionisasi ialah proses terjadinya ion (ion positif dan elektron bebas) dari suatu atom netral dalam materi yang dikenai energi. Radiasi ionisasi langsung bisa berupa partikel bermuatan listrik (misalnya sinar a, b, dan proton), yang dapat mengakibatkan ionisasi dengan memberikan energinya kepada elektron orbital dalam suatu atom atau molekul. Sedang gelombang elektromagnetik misalnya sinar-X, sinar g, (yang juga bersifat partikel, yaitu foton), dan partikel tak bermuatan listrik (misalnya neutron) menghasilkan partikel bermuatan listrik pada saat berinteraksi dengan atom dalam materi. Misalnya, foton mengeluarkan elektron, neutron mengeluarkan proton. Neutrino (n) dikeluarkan pada saat partikel b dipancarkan dengan muatan berlawanan dengan elektron. Partikel-partikel ini, karena massanya kecil dan tidak bermuatan listrik, sulit berinteraksi dengan materi tetapi karena dapat mengionisasi disebut radiasi pengion tak langsung.
Jenis dan mekanisme radiasi pengion
Radiasi a, b (elektron atau positron), g, dan neutron ialah radiasi pengion yang dihasilkan dari inti atom yang mengalami transformasi inti. Inti atom yang mengalami transformasi (peluruhan) ialah inti atom yang bersifat tidak stabil, dan radiasi pengion yang dipancarkannya disebut radiasi pengion nuklir. Setelah mengalami peluruhan, inti atom yang tidak stabil akan menjadi inti atom yang stabil. Inti atom yang mengalami transformasi inti disebut inti induk, dan hasil transformasi inti disebut anak luruh atau inti hasil peluruhan. Jenis sumber radiasi alam yang banyak dikenal antara lain U-238 dan Th-232, masing-masing sebagai inti induk, sedang deret peluruhannya dikenal sebagai deret uranium dan deret thorium.
Radiasi pengion yang dihasilkan oleh transisi elektron dalam kulit atom akibat tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan atom logam berat, misalnya Pb atau Cu, disebut sinar-X. Sinar-X ialah radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang mempunyai daya tembus tinggi.
Ion dari atom helium, hidrogen, deuterium, tritium, dan lain-lain, yang dipercepat juga bersifat pengion.
Radiasi pengion berenergi tinggi yang berasal dari benda angkasa dan menembus ke dalam atmosfer bumi disebut radiasi kosmik primer, dan radiasi kosmik yang dihasilkan oleh interaksi radiasi kosmik primer dengan inti atom yang ada di udara disebut radiasi kosmik sekunder. Radiasi kosmik primer terdiri dari sekitar 90% proton, sisanya adalah inti helium (partikel a) dan inti atom yang lebih berat. Radiasi kosmik masuk kedalam atmosfer bumi berinteraksi dengan berbagai atom di udara dan menghasilkan partikel misalnya elektron, positron, sinar g, partikel-antara fion (p intermediate), m (muon), neutron, proton, n (neutrino), dan lain lain. Intensitas radiasi kosmik sekunder di permukaan tanah adalah 1 menit-1.cm-2.
Interaksi radiasi dengan materi
Pada saat menembus materi sebagian radiasi pengion diteruskan, sebagian dihamburkan, sebagian diserap, dan apabila energi radiasi cukup kuat akan terjadi reaksi ionisasi yaitu terlepasnya elektron dari atom atau molekul. Apabila energi radiasi hanya cukup untuk memindahkan elektron dari orbit dalam ke orbit yang lebih luar maka tidak akan terjadi ionisasi, tetapi hanya terjadi eksitasi.
Setelah terjadi ionisasi atau eksitasi, atom atau molekul akan mengalami disintegrasi menjadi ion dan menghasilkan radikal bebas. Molekul ion yang terbentuk akan mengalami perubahan struktur bila bereaksi dengan molekul lain yang tidak mengalami ionisasi atau eksitasi. Reaksi kimia yang berlangsung pada proses reaksi kimia berikutnya disebut reaksi tidak langsung. Interaksi antara radiasi dengan materi sangat bergantung pada jenis dan energi radiasi.
Pada saat kembali pada kondisi stabil atom yang mengalami eksitasi akan memancarkan foton (cahaya) karena terjadinya efek fluoresensi. Radiasi mengakibatkan terjadinya proses penghitaman film, mengakibatkan perubahan struktur polimer, seperti polietilen, mengakibatkan terjadinya proses polimerisasi pada molekul monomer dan lain-lain. Hal ini semua terjadi karena efek ionisasi dan atau eksitasi. Demikian pula proses ionisasi dan eksitasi akan terjadi pada makhluk hidup bila terkena radiasi (misalnya efek sterilisasi). Proses meradiasi materi dengan radiasi pengion disebut iradiasi. Berbagai macam penggunaan iradiasi ditampilkan pada Tabel di bawah ini
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis radiasi, sedangkan pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi. Dalam hal ini, berbagai faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah jenis radiasi dan bahan yang dikenainya. Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup, maka perlu juga diperhatikan tingkat kepekaan masing-masing jaringan tubuh terhadap radiasi. Demikian pula apabila zat radioaktif sebagai sumber radiasi masuk ke dalam tubuh, maka pola distribusi dan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh sangat perlu diperhatikan.
Dalam artikel ini akan saya uraikan pengertian paparan dan satuan paparan, pengertian dan satuan dosis serap, kerma dan faktor kualitas/bobot radiasi, pengertian dan satuan dosis ekivalen dan faktor bobot jaringan, pengertian dan satuan dosis efektif, pengertian dosimetri interna dan dosis kolektif, hubungan aktivitas sumber radiasi gamma dan laju paparan serta konstanta gamma, pengertian dosis serap sumber gamma titik dan diameter besar, waktu paro efektif, laju dosis radioisotop pemancar alfa, beta dan gamma yang terdeposit dalam organ tubuh dan dosimetri neutron.
A. Paparan
Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan adalah paparan (exposure), dengan simbol X, yang pada kongres Radiologi tahun 1928 didefinisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam volume tertentu.
Satuan paparan merupakan suatu ukuran fluks foton dan bertalian dengan jumlah energi yang dipindahkan dari medan sinar-X pada suatu satuan masa udara. Satu satuan paparan didefinisikan sebagai jumlah radiasi gamma atau –X yang di udara menghasilkan ion-ion yang membawa 1 coulomb muatan, dengan tanda apapun, per kilogram udara.
1 satuan X = 1 C/kg udara
Secara matematis paparan dapat dituliskan sebagai: X= dQ/dm
dQ adalah jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk dalam suatu elemen volume udara bermassa dm.
Pada sistem satuan internasional (SI), satuan paparan adalah coulomb/kilogram (C/kg). Pengertian 1 C/kg adalah besar paparan yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar satu coulomb pada suatu elemen volume udara yang mempunyai massa 1 kg.
Pada awalnya, dengan sistem CGS digunakan satuan Roentgen (R). Satu roentgen didefinisikan sebagai sebagai intensitas sinar-X yang menghasilkan ionisasi di udara sebanyak 1,61 x 1015 pasangan ion per kg udara. Karena 1 buah ion bermuatan listrik 1,6 x 10-19 C maka:
1 R = 1,61 x 1015 (kg-1) x 1,6 x 10-19 (C)
1 R = 2,58 x 10-4 C/kg.
Pada tahun 1973 satuan ini didefinisikan ulang sehingga berlaku juga untuk sinar-γ. Pengertian baru dari rontgen ini adalah bahwa: 1 R merupakan kuantitas radiasi sinar-X atau sinar-γ yang menghasilkan 1 esu ion positif atau negatif di dalam 1 cm3 udara normal (NPT). Dari definisi baru tersebut, energi sinar-X atau sinar-γ yang terserap di dalam 1 gram udara dapat menjadi:
1 R = 1 esu/cm3 udara (NPT)
Karena muatan satu pasang ion adalah 4,8 x 10-10 esu, maka: 1 esu = (1/4,8) x 1010 pasang ion, sehingga:
1 R = (1/4,8) x 1010 pasang ion/cm3-udara (NPT)
Untuk menghasilkan satu pasang ion di udara diperlukan energi sekitar 34 eV, sehingga:
1 R = (34/4,8) x 1010 eV/cm3-udara (NPT)
Karena 1 eV=1,6x10-12 erg, dan 1 cm3 udara beratnya adalah: 0,001293 gr, maka:
1 R = [(34/4,8) x 1010] [(1,6/0,001293) x 10-12] erg/gr
1 R = 87,7 (erg/gr) = 0,00877 (J/kg)
B. Laju Paparan
Laju paparan adalah besar paparan persatuan waktu, dan diberi simbol 0X. Satuan laju paparan dalam SI adalah C/kg.jam dan satuan lama adalah R/jam.
C. Dosis Serap
Dosis serap (D) adalah energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi pengion sebesar dE kepada bahan yang dilaluinya dengan massa dm. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah rad. Satu rad adalah energi rata-rata sebesar 100 erg yang diserap bahan dengan massa 1 gram. yang didefinisikan sebagai:
1 rad = 100 erg/gr
1 gray (Gy) = 100 rad
Satuan dosis serap dalam SI adalah Joule/kg atau sama dengan gray (Gy). Satu gray adalah dosis radiasi yang diserap dalam satu joule per kilogram.
1 gray (Gy) = 1 joule/kg
Secara matematis dosis serap dituliskan sebagai berikut: D = dE/ dm
dE adalah energi yang diserap oleh bahan yang mempunyai massa dm.
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis bahan yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat paparan terhadap mahluk hidup, maka informasi yang diperoleh tidak cukup. Jadi diperlukan besaran lain yang sekaligus memperhitungkan efek radasi untuk jenis radiasi yang berbeda.
1. Laju Dosis Serap
Laju dosis serap adalah dosis serap per satuan waktu, dan diberi simbol . Satuan laju dosis serap dalam SI adalah joule/kg.jam atau gray/jam (Gy/jam) dan dalam satuan lama adalah rad/jam. oD
2. Hubungan Dosis Serap dan Paparan
Hubungan laju dosis serap dengan laju paparan adalah:
D = f x X
Keterangan:
D = dosis serap (Rad)
X = paparan (R)
f = faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap (Rad/R)
Jadi, bila medium yang digunakan udara, maka f = 0,877 rad/R, Bila medium yang digunakan bukan udara maka faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap.
D. Kerma
Dalam hal radiasi ionisasi langsung, seperti misalnya sinar-X dan netron cepat, kadang-kadang kita berkepentingan dengan energi kinetik awal dari partikel-partikel penyebab ionisasi utama (fotoelektron, elektron Compton, atau pasangan positron-negatron dalam kaitannya dengan radiasi foton dan inti yang terhambur sehubungan dengan netron cepat yang dihasilkan melalui interaksi radiasi insiden per satuan massa medium yang berinteraksi. Kuantitas (besaran) ini disebut sebagai kerma, dan dalam satuan SI diukur dalam satuan joule per kilogram, atau gray (atau dalam sistem satuan sebelumnya dalam rad).
Kerma menurun secara kontinu bersama dengan bertambahnya kedalaman dalam medium penyerap, karena dosis yang diserap meningkat bersama bertambahnya kedalaman karena densitas partikel-partikel penyebab ionisasi utama dan ionisasi sekunder yang dihasilkan juga meningkat, sehingga dicapai suatu nilai maksimum. Setelah nilai maksimum itu, dosis yang terserap menurun bersama dengan menurunnya kedalaman secara kontinu. Dosis maksimum yang terjadi pada suatu kedalaman hampir sama dengan jangkauan maksimum partikel-partikel penyebab ionisasi utama (primer).
E. Dosis Ekivalen
Dosis Ekivalen (H) dapat didefinisikan sebagai dosis serap yang diterima oleh tubuh manusia secara keseluruhan dengan memperhatikan kualitas radiasi dalam merusak jaringan tubuh dan faktor metode perhitungan di laboratorium. Jadi, H merupakan hasil kali antara dosis serap (D), faktor kualitas (Q), dan perkalian antara seluruh faktor modifikasi lainnya (N). Seperti diketahui, dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda akan memberikan efek biologi yang berbeda pada sistem tubuh mahluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut alih energi linier (LET, linear energy transfer). Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan demikian daya ionisasi masing-masing jenis radiasi berbeda. Makin besar daya ionisasi, makin tinggi tingkat kerusakan biologi yang ditimbulkannya. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan demikian dosis serap H dapat dituliskan sebagai:
H = D.Q.N
Di sini, digunakan Sievert (Sv) untuk satuan dosis ekivalen dalam SI.
1 Sv = 1 J.kg-1
Dosis ekivalen juga dapat dinyatakan dalam satuan rem.
1 rem = 10-2 Sv
1 Sv = 100 rem
Dalam perumusan di atas, digunakan N yang didefiniskan suatu faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat radioaktif dalam tubuh, dsb. Untuk keperluan Proteksi Radiasi, faktor N tersebut selalu dianggap N=1.
Besaran yang merupakan kuantisasi radiasi untuk menimbulkan kerusakan pada jaringan/organ dinamakan faktor bobot radiasi (Wr). Faktor bobot radiasi sebelumnya juga disebut faktor kualitas (QF),. Sedangkan untuk aplikasi di bidang radiobiologi dinyatakan dengan relative biological effectiviness (RBE).Secara matematis dosis ekivalen dituliskan sebagai berikut:
H= Σ(D x Wr)
Dengan H adalah dosis ekivalen.
Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah sievert (Sv) dan satuan lama adalah rem. Hubungan antara kedua satuan tersebut adalah:
1. Laju Dosis Ekivalen
Laju dosis ekivalen adalah dosis ekivalen per satuan waktu, dan diberi simbol oH. Satuan laju dosis ekivalen dalam SI adalah sievert/jam (Sv/jam) dan satuan lama adalah rem/jam.
F. Dosis Efektif
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pada paparan radiasi yang mengenai seluruh tubuh dengan setiap organ/jaringan menerima dosis ekivalen yang sama, terbukti bahwa efek biologi terhadap setiap organ/jaringan berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sensitivitas organ/jaringan tersebut terhadap radiasi. (Dalam hal ini efek radiasi yang diperhitungkan adalah efek stokastik, sebab efek deterministik hanya akan terlihat akibatnya bila dosis yang diterima tubuh melebihi ambang batas tertentu. Di bawah ambang batas itu maka efek stokastik harus diperhatikan. Lihat modul Efek Radiasi Terhadap Tuuh Manusia.) Oleh sebab itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis efektif, dengan simbol Eτ. Tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap efek stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ atau faktor bobot jaringan tubuh, dengan simbol .
Secara matematis dosis efektif diformulasikan sebagai berikut:
Eτ = Σ (Wt x H)
Satuan dosis efektif ialah rem atau sievert (Sv)
Laju Dosis Efektif
Definisi laju dosis ekivalen adalah dosis efektif per satuan waktu. Dan diberi simbol . Satuan laju dosis efektif ialah sievert/jam atau rem/jam.
G. Dosis Terikat
Dosis terikat adalah dosis total yang diterima akibat zat radioaktif masuk ke dalam tubuh atau paparan radiasi eksternal dalam selang waktu tertentu. Dosis terikat merupakan integral waktu dari laju dosis. Secara matematis dosis terikat dituliskan sebagai berikut:
Dt = ∫D dt
Dengan D(t) menyatakan dosis, menyatakan dosis terikat dan (0,t) menyatakan selang waktu paparan atau selang waktu zat radioaktif masuk ke dalam tubuh (intake). Jika t tidak diketahui secara khusus, maka diambil harga 50 tahun untuk orang dewasa dan 70 tahun untuk anak-anak.
Dosis terikat berlaku untuk dosis eksterna dan interna yang dapat dinyatakan dalam bentuk dosis serap terikat, dosis ekivalen terikat dan dosis efektif terikat.
H. Dosis Kolektif
Dosis kolektif ialah dosis ekivalen atau dosis efektif yang digunakan apabila terjadi paparan pada sejumlah besar populasi (penduduk). Paparan ini biasanya muncul apabila terjadi kecelakaan radiasi. Dalam hal ini perlu diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan distribusi populasi yang terkena paparan. Simbol untuk besaran dosis kolektif ini adalah ST dengan satuan sievert-man (Sv-man). Secara matematis dituliskan sebagai berikut:
Untuk dosis ekivalen kolektif,
ST = p H
Untuk dosis efektif kolektif
ST = p E
Keterangan:
ST = dosis ekivalen kolektif
p = jumlah populasi
H = dosis ekivalen
E = dosis efektif
Dosis kolektif digunakan untuk memperkirakan beberapa jumlah manusia dalam populasi tersebut yang akan menderita akibat radiasi, yaitu dengan memperhitungkan faktor resiko.
Surveimeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi pada suatu area secara langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat memperkirakan jumlah radiasi yang akan diterimanya bila akan bekerja di suatu lokasi selama waktu tertentu. Dengan informasi yang ditunjukkan surveimeter ini, setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena paparan radiasi yang melebihi batas ambang yang diizinkan.
Sebagaimana fungsinya, suatu survaimeter harus bersifat portable meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi survaimeter terdiri atas detektor dan peralatan penunjang seperti terlihat gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan roentgent/jam.
Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi praktis dan ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor sintilasi juga banyak digunakan, khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma, karena mempunyai efisiensi yang tinggi.
Jenis Surveimeter
Terdapat beberapa jenis survaimeter yang digunakan untuk jenis radiasi yang sesuai sebagai berikut.
Survaimeter Gamma
Survaimeter Beta dan Gamma
Survaimeter Alpha
Survaimeter neutron
Survaimeter Multi-Guna
Survaimeter gamma merupakan survaimeter yang sering digunakan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau detektor sintilasi NaI(Tl).
Berbeda dengan survaimeter gamma biasa, survaimeter beta dan gamma mempunyai detektor yang terletak di luar badan survaimeter dan mempunyai “jendela” yang dapat dibuka atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup.Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.
Survaimeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan survaimeter dan terdapat satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor sintilasi ZnS(Ag).
Survaimeter neutron biasanya menggunakan detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapat berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka survaimeter neutron biasanya dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron cepat menjadi neutron termal. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang akan diukur adalah neutron cepat.
Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis survaimeter yang serbaguna (multipurpose) karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana survaimeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.
Prosedur Pemakaian Surveimeter
Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan survaimeteradalah:
memeriksa batere
memeriksa sertifikat kalibrasi
mempelajari pengoperasian dan pembacaan
Periksa batere: Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter akan menunjukkan nilai yang salah.
Periksa sertifikat kalibrasi: Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.
Dsebenarnya = Dterukur x Faktor Kalibrasi
Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.
Pelajari pengoperasian dan pembacaan: Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan survaimeter “baru”. Setiap survaimeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala rontgent / jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau bahkan masih dalam cpm (counts per minutes).
Sumber : http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_02.htm
Sebagaimana fungsinya, suatu survaimeter harus bersifat portable meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi survaimeter terdiri atas detektor dan peralatan penunjang seperti terlihat gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan roentgent/jam.
Jenis Surveimeter
Terdapat beberapa jenis survaimeter yang digunakan untuk jenis radiasi yang sesuai sebagai berikut.
Survaimeter Gamma
Survaimeter Beta dan Gamma
Survaimeter Alpha
Survaimeter neutron
Survaimeter Multi-Guna
Survaimeter gamma merupakan survaimeter yang sering digunakan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau detektor sintilasi NaI(Tl).
Berbeda dengan survaimeter gamma biasa, survaimeter beta dan gamma mempunyai detektor yang terletak di luar badan survaimeter dan mempunyai “jendela” yang dapat dibuka atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup.Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.
Survaimeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan survaimeter dan terdapat satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor sintilasi ZnS(Ag).
Survaimeter neutron biasanya menggunakan detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapat berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka survaimeter neutron biasanya dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron cepat menjadi neutron termal. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang akan diukur adalah neutron cepat.
Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis survaimeter yang serbaguna (multipurpose) karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana survaimeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.
Prosedur Pemakaian Surveimeter
Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan survaimeteradalah:
memeriksa batere
memeriksa sertifikat kalibrasi
mempelajari pengoperasian dan pembacaan
Periksa batere: Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter akan menunjukkan nilai yang salah.
Periksa sertifikat kalibrasi: Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.
Dsebenarnya = Dterukur x Faktor Kalibrasi
Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.
Pelajari pengoperasian dan pembacaan: Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan survaimeter “baru”. Setiap survaimeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala rontgent / jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau bahkan masih dalam cpm (counts per minutes).
Sumber : http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_02.htm
Senin, 03 Juni 2013
Dosimeter Personal
Alat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi, dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah mengenai sebelumnya. Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.
Terdapat tiga macam dosimeter personal yang banyak digunakan saat ini yaitu:
dosimeter saku (pen / pocket dosemeter)
film badge
Thermoluminisence Dosemeter (TLD).
Dosimeter Saku
Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu kapasitor.
Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana pada Gambar di atas. Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda, bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam dengan jarum 'quartz' di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi muatan menggunakan charger yaitu suatu catu daya dengan tegangan tertentu. Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan 'charging' maka penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam pemakaian di tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki detektor maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas, sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan bergerak menuju anoda atau katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detektor. Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.
Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis.
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik).
Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components) sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung menampilkan angka hasil pengukurannya.
Film Badge
Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film dapat “menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya –atau telah mengenai orang yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.
Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga berfungsi sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis filter pada holder, maka dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan energi radiasi yang telah mengenainya.
Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi BATAN selalu menggunakan film dengan merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan Jepang seperti pada Gambar IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.
Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik daripada dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi yang mengenainya dan mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih besar daripada dosimeter saku. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat kehitaman film, yaitu densitometer.
Dosimeter Termoluminisensi (TLD)
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.
Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi.
Alat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi, dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah mengenai sebelumnya. Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.
Terdapat tiga macam dosimeter personal yang banyak digunakan saat ini yaitu:
dosimeter saku (pen / pocket dosemeter)
film badge
Thermoluminisence Dosemeter (TLD).
Dosimeter Saku
Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu kapasitor.
Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis.
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik).
Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components) sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung menampilkan angka hasil pengukurannya.
Film Badge
Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film dapat “menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya –atau telah mengenai orang yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.
Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi BATAN selalu menggunakan film dengan merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan Jepang seperti pada Gambar IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.
Dosimeter Termoluminisensi (TLD)
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.
Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)